Ini doaku setiap malam ; suatu hari, setiap orang akan berada di tempat semestinya dan seharusnya dia berada.
Di perempatan-perempatan jalan di kota besar ini aku melihat mereka. Wajah-wajah itu. Setiap hari dan hampir setiap saat terbayang wajah-wajah itu. Mereka yang gusar. Sedih. Hina. Murung. Kosong. Sombong. Wajah-wajah yang seolah berkata ; "tolonglah saya", "saya tak tahu apa yang sedang saya lakukan", saya hanya menjalani ini semampu saya", saya sudah tak kerasan dengan hidup saya", saya bingung untuk apa saya berada disini sekarang", "saya lelah untuk berharap lagi", saya tak tahu harus bagaimana lagi", "saya bersyukur, meski tak tahu apa yang saya syukuri". Wajah-wajah itu sangatlah nyata. Kehidupan ini sangatlah nyata. Wajah-wajah itu terekam jelas dimataku. Wajah-wajah dibalik helm, dibalik kaca mobil pribadi, dibalik kaca kendaran umum, dibalik tawa dan senyum yang semu dan hambar. Tak bisa dinikmati. Bersyukurlah, meski tak tahu apa yang disyukuri. Kenyataan menjadikan sesuatu kosong dan hampa. Tak berisi. Tanpa isi.
Mereka yang lain mengira dirinya tahu tentang semuanya, padahal sedikit pun tidak. Kenapa...?!. Mereka berhenti melihat dan menutup mata. Mereka berhenti mendengar dan menutup telinga. Hatinya...?!, kemana hatinya...?!. Sudah mereka jual. Mereka jual dengan harga dan kondisi yang variatif. Tergantung pada apa yang disebut "Need" dan "Want" dari tiap-tiap mereka.
Tengoklah itu wahai Kapitalis, kematian para Imajiner...!!!. Suara Tuhan yang kalian bungkam dengan begitu mudahnya. Tangis dan teriakan mereka yang kalian buat tak terdengar. Tawa yang kalian renggut dengan paksa, lewat konspirasi, persekongkolan yang sedemikian rapi. Pada apa mereka berharap...?!, pada siapa mereka mengadu...?!. Pada faktor X yang disebut Tuhan...?!.
Ya, pada Tuhan sajalah manusia berharap. Berharap pada sesama manusia lain hanya akan melahirkan kekecewaan.
Doaku masih sama setiap malam ; Setiap orang akan berada di tempat dimana seharusnya dirinya berada. Melakukan apa yang mereka sukai. Meyakini apa yang mereka percaya.
Sebuah percakapan masih melekat jelas di kepalaku ;
"janganlah kamu melakukan apa yang kamu tidak suka..."
"kenapa...?!"
"karena itu hanya akan membuat mu terlihat seperti zombie..."
"maksudmu...?!"
"tak ada kesenangan yang nyata padanya. Sebuah hidup yang kamu paksakan. Kamu menjadi pelupa. Mudah untuk melupakan hal-hal yang terjadi. Kamu seperti berjalan saja, tanpa arah, tanpa tujuan..."
"lalu...?!"
"Kamu akan terasing dengan sendirinya. Mulai membenci orang-orang disekitarmu. Kamu menyalahkan mereka. Dan ketika orang-orang yang kamu salahkan telah habis. Kamu akan menyalahkan dirimu sendiri. Kamu akan berakhir dengan membenci dirimu sendiri..."
"katakan padaku, kamu mengalaminya...?!"
"Ya, aku yakin aku sedang mengalaminya..."
"bagaimana kamu bisa begitu yakin...?!"
"Entahlah, buatku hari Jum'at terasa begitu indah dan hari minggu terasa begitu menyesakkan...!!!"
"Kenapa kamu tak berhenti dan melakukan apa yang kamu suka...?!"
"Seandainya bisa semudah itu, aku dengan senang hati akan melakukannya. Namun, dalam hidup ada begitu banyak variable yang terikat dalam hidup seseorang. Aku tak bisa menganggap variable-variable itu tak ada. Aku tak pernah sanggup...."
"Jadi...?!"
"Menunggu. Aku menunggu. Menjalin persahabatan dengan sang waktu. Memadu kasih dengan kesabaran. Aku tahu. Entah bagaimana, aku tahu bila waktu untukku melakukan apa yang aku suka dan pergi dari sini akan datang. Aku sedang menunggunya..."
"Bagaimana jika hal itu tak akan pernah datang...?!"
"Aku akan meminta satu permintaan pada Tuhan..."
"Apa itu...?!"
"Aku akan meminta pada Tuhan, tuk membuat wajahku tersenyum di saat terakhirku..."
"Itu saja...?!"
"Ya. Sebuah senyum saja. Meski aku tahu, senyum itu tetap tak mampu membendung tangis, tapi hanya itu yang aku inginkan..."
"Aku pun ingin tersenyum di saat terakhir dalam hidupku..."
"Mintalah pada Tuhan..."
Aku tahu pria itu. Bagian tergelap dari kehidupan. Merasakan apa yang setiap orang tidak ingin rasakan. Mengecap apa yang orang-orang tidak ingin kecap. Dia selalu seperti itu. Berusaha memahami apa yang dia sempat acuhkan di masa mudanya. Merindukan kembali apa yang telah lama dilupakannya.
Pria itu ada didalam doaku setiap malam. Selalu ada dalam doaku setiap malam.
TO BE CONTINUED...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar