Jumat, 13 Agustus 2010

Perempuan-Perempuan itu...

Suatu hari ketika hujan turun...

saat aku berteduh dari derai tangis cakrawala,

terduduk disini memandangi arahku,

teringat aku pada dirimu, duhai perempuan,

kesayanganku seorang.


Aku melihat seorang perempuan kecil, sayang...

berlari-lari kecil sambil membawa sebuah payung besar,

berusaha tuk berkata dengan jelas pada beberapa orang dalam getar badannya yang kedinginan,

perempuan itu tersenyum sambil menawarkan payungnya,

semakin indah senyumnya ketika dia beralih dari satu orang ke orang lainnya,

penolakan seperti air hujan, ia tepis dengan payungnya,

wajahnya lalu berseri saat seseorang memakai payungnya,

dengan wajah itu ia mengikuti orang yang memakai payungnya,

sebuah wajah perempuan dengan senyum yang tak pernah pudar.



Aku melihat seorang perempuan muda, sayang...

mencari penumpang sambil berdiri di pintu bus kota,

aku dengar dirinya berteriak berulang kali menyebut nama sebuah tempat di selatan,

sebagian dari pakaiannya basah kuyup oleh hujan,

tapi teriakannya lantang tak bergetar,

suaranya jelas menembus dinginnya udara yang seolah tak ia hiraukan,

tak lama ia melompat turun dan berkata-kata lembut sambil membantu penumpang yang akan naik,

sebuah suara perempuan yang lantang namun penuh kelembutan.



Aku melihat seorang perempuan tua, sayang...

terduduk dibawah pohon yang tak bisa melindungi dirinya dari air hujan,

berkata-kata pada beberapa orang yang berlalu di hadapannya ; "kacang rebus...kacang rebus...",

kacang rebus di gerobaknya yang ia tutupi dengan plastik transparan ia tawarkan,

tak henti-henti ia berkata ; "kacang rebus...kacang rebus...",

tak pernah berhenti dirinya berkata-kata,

seolah pohon tempatnya bernaung adalah pohon ketegaran dan harapan,

perempuan tua itu tak pernah menyerah,

sebuah ketegaran perempuan yang ditopang oleh akar-akar harapan.



Aku melihat perempuan-perempuan itu, sayangku...

seperti aku juga sedang melihat dirimu dalam benakku,

disini...

berteduh sambil menanti derasnya hujan tuk berhenti,

ditemani petikan gitar butut seorang pengamen perempuan yang duduk tak jauh dariku memainkan "CAVATINA",

aku tahu jarinya lelah dan perih,

aku tahu senar gitar butut itu tajam dan menambah sakit jarinya saat ia memetiknya,

tapi itu adalah suara gitar terindah yang pernah kudengar,

suara-suara merdu dari perempuan-perempuan imajiner.



Saat aku melihat perempuan-perempuan itu,

aku pun melihat dirimu dalam anganku, sayangku...

saat aku mendengar suara-suara mereka,

aku mendengar suara Tuhan, sayangku...

cakrawala boleh menangisi kenyataan di dunia,

tapi mereka tidak pernah merasakannya sedihnya, sayangku...

lihatlah perempuan-perempuan itu, sayangku...

lihatlah mataku yang berkaca-kaca mendengarkan suara-suara mereka.




PS : "Dear, Mom...Without you, I'm Nothing..."



~ Jakarta Selatan, 21 April 2010 ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar