Sabtu, 27 Februari 2010

[Sesakit Inikah Rasanya Mencintai...?!] Vol.1 : KOMA

Seorang perempuan terbaring di ICU. Seorang pemuda duduk sambil tertunduk lesu di sampingnya. Kedua mata perempuan itu terpejam, wajahnya tak berekspresi jika ia sedang sakit. Wajahnya terlihat tenang. Sebuah masker oksigen menutupi hidung dan mulutnya. Dua buah selang infus menancap dengan lembut di nadi tangan kanannya. Disampingnya, peralatan kedokteran untuk memantau kehidupannya terus bekerja.

Kedua jemari tangan pemuda itu bergetar, sebentar kemudian, kedua tangannya menutupi wajahnya. Sisa air mata pun terseka dari pipinya. Pemuda itu larut dalam kesedihan. Sebentar -sebentar ditatapnya perempuan yang sedang terbaring di depannya itu. Dilihatnya sebentar, ia tak kuasa menahan air matanya. Pemuda itu larut dalam rasa sesalnya yang dalam. Isak tangisnya yang ia tahan sesekali terdengar di ruangan ICU itu.

Pemuda itu mencoba untuk menahan emosinya, ditariknya nafasnya dalam2 namun percuma, rasa sesal itu seperti menyelimuti dirinya, rasa sesal itu seperti memeluknya dengan erat, Pemuda itu tak henti2nya menangis dan sesekali terisak. Dibenamkannya wajahnya ke kedua telapak tangannya. Air mata mengalir dari jemari tangannya dan tumpah ke lantai. Dicobanya untuk tenang dan mengendalikan dirinya yang larut dalam kesedihan dan penyesalan. Tapi entah kenapa, pemuda itu tak bisa.

Seorang dokter dan 2 orang perawat sedang berbincang dengan pelan tak jauh darinya. Banyak yang telinganya bisa tangkap dari pembicaraan mereka, namun hanya ada satu kata yang memenuhi pikirannya dan membuat hatinya hancur lebur seperti ini ; KOMA.

Seorang perempuan terbangun di sebuah ruang remang-remang. Sedikit tersentak dirinya melihat sekeliling. Mengapa dia bisa ada disini...?!, tempat apa ini...?!, dilihatnya semua sudut ruangan yang minim cahaya itu dengan kedua matanya. Dicobanya berdiri dan melihat lebih seksama ruangan ini. Di hadapan matanya ada sebuah cahaya terang yang berada tak jauh di darinya. Dialihkan pandangannya ke belakang, ratusan foto yang terbingkai memenuhi dinding ruangan ini. Dirinya bingung tuk memilih, ragu tuk melangkah. Diliriknya sekali lagi beberapa gambar yang mampu dia lihat. Ada dirinya dalam gambar yang berbingkai itu. Keingintahuannya membawa langkah kakinya menuju gambar-gambar yang berbingkai itu.

"ahh...ini aku sewaktu berumur setahun..", gumam perempuan itu sambil tersenyum melihat gambar seorang bayi perempuan mungil.

Semua gambar yang berbingkai dalam ruangan itu adalah gambar dirinya dan semua kejadian yang telah terjadi. Semakin ia menikmati gambar-gambar berbingkai, semakin jauh langkahnya masuk kedalam ruangan itu, menjauhi cahaya putih yang ada di belakangnya.

gambar berikutnya adalah gambar2 dirinya semasa kecil bersama ayahnya. Perempuan itu menatap dengan dingin gambar2 itu. Diambilnya setiap bingkai yang bergambar dirinya yang sedang bersama ayahnya dan ibunya, lalu dilemparnya ke lantai.

"jika cinta adalah alasan kamu menikahi ibu, kenapa aku yang harus hancur karena keegoisan kamu...?!", ujar perempuan itu geram sambil membanting setiap bingkai yang memuat gambar dirinya dengan ayahnya.

"wahai ibu, kamu mati karena sakit hati atas kelakuan ayah, tak pernah terpikirkah buatmu untuk merawatku...?!, kenapa ibu meninggalkan aku...?!, kematianmu benar2 tak ada gunanya...!!!, mati karena seorang bajingan semacam itu...!!!", ujar perempuan itu sambil membanting beberapa buah bingkai yang berisi gambar dirinya dengan kibunya ke lantai ruangan ini.

perempuan itu membanting bingkai demi bingkai dengan rasa geram. Tak lama perempuan itu terduduk di lantai ruangan yang diingin sambil menangis tersedu. pecahan kaca, kayu, gambar2 yang robek memenuhi lantai ruangan.

"bagaimana kondisinya, dok...?!", pria itu bertanya.

"kami akan berusaha semampu kami. Berdoalah...", jawab seorang dokter pelan sambil memberikan suntikan melalui selang infus.

Perempuan itu tertegun menatap sebuah gambar, gambar dia dengan seorang perempuan lain yang sama2 mengenakan seragam SMA.

Perlahan air matanya mengalir.

"Tere...", ujar perempuan itu terisak menyebut satu nama.

Beberapa gambar selanjutnya yang dia lihat adalah gambar2 dirinya dengan seorang perempuan bernama Tere itu. Tangisnya semakin hebat saat dia memandangi satu persatu gambar2 tersebut.

Dirinya berhenti disebuah gambar. Ada dirinya dan orang2 yang mengenakan pakaian serba hitam. Sebuah peti mati berwarna coklat yang dingin dan membisu di atas sebuah liang lahat. Dirnya memegang sebuah foto perempuan bernama Tere tadi tepat di dadanya. Isak tangisnya tak tertahankan.

"kenapa kamu harus pergi, Tere...?!, aku rindu kamu...aku sayang kamu...aku...", ujar perempuan itu terisak lalu terhenti karena tangis yang hebat.

"aku mencintai kamu, Tere...", perempuan itu melanjutkan kata2nya yang sempat hilang oleh tangis.

perempuan itu pun terduduk di lantai sambil bersandar pada dinding ruangan ini. Tak ada kata yang terucap lagi, dia hanya bisa menangis.

Pria itu masih duduk disamping perempuan yang sedang terbaring KOMA itu. Bibirnya terlalu kelu tuk bersuara lagi, hatinya dipenuhi kegalauan yang luar biasa.

Perempuan itu semakin dalam memasuki ruangan yang dipenuhi oleh gambar2 dirinya dalam bingkai ini. Semakin dalam dia melangkah, semakin jauh dia dari cahaya putih yang bersinar terang itu. Semakin dalam dia melangkah, semakin dia menikmati hal2 yang pernah terjadi dalam dirinya.

"kami sudah berusaha semampu kami, tapi....", ujar seorang dokter.

"tapi apa dok...?!, apa...?!", tanya pria itu dengan raut wajah penuh kecemasan.

"kondisinya terus memburuk, Tuhan mungkin berkehendak lain, maafkan kami, kami sudah berusaha...", sahut dokter itu sambil memegang pundak pria itu.

tak ada jawaban dari pria itu.

"dia tak akan bertahan sampai sore ini, itu prediksi kami, maafkan kami...", ujar dokter sambil pergi berlalu dari ruangan itu.

pria itu membenamkan kepalanya ke tangan kiri perempuan yang sedang terbaring koma itu. Pria itu menangis.

Pikiran pria itu kembali ke sebuah sore yang mendung, 4 hari yang lalu.

"aku mencintai kamu, Dela..."

"sudahlah, ardi...!!!"

"kenapa kamu tak pernah memberi aku kesempatan...?!"

"sudah...!!!, kamu saja yang tak menyadarinya...!!!"

"okay..!!!, lalu bagaimana...?!"

"kamu baik, perhatian sama aku, selalu ada buat aku, aku suka kamu...hanya saja..."

"Tere...?!, iya kan...?!, Tere kan..?!"

"sudahlah, ardi..."

"bagiku itu bukan sebuah masalah, Del...aku mencintai kamu sebagaimana adanya kamu, dengan semua yang ada dirimu..."

"aku tahu...tapi..."

"bahkan aku tak meminta kamu untuk balik mencintai aku...aku bisa menerima bila kamu lebih mencintai Tere...bagiku tak apa..."

"buatku hanya ada satu orang yang kucintai dengan sangat dalam...Tere...pahamilah..."

"Tere sudah mati, Dela....!!!"

"hatiku pun mati sejak Tere pergi...!!!"

"seorang wanita ditakdirkan untuk bersama seorang pria, Del..."

"apa maksud kata2mu barusan...?!"

"empat tahun sudah, Del...aku berusaha membuatmu mencintai aku, tapi sepertinya semua itu sia2..."

"aku suka kamu, ardi...sungguh aku suka kamu..."

"tanpa cinta buatku itu percuma..."

"maaf...."

"aku rasa aku membuang waktuku dengan percuma selama empat tahun ini...aku pikir...aku pikir aku bisa mengubahmu..."

"kenapa kamu mau mengubahku...?!"

"karena aku cinta sama kamu, del...!!!, kenapa kamu masih saja bertanya tentang semua hal2 yang aku lakukan...?!"

"aku tahu...maafkan aku..."

"karena aku mencintai kamu, aku ingin mengubah kamu tuk menyukai aku...menyukai pria...!!!"

"aku suka sama kamu, ardi...!!!"

"untuk mencintai pria juga...!!!"

"aku...aku..."

"hanya karena ayahmu yang BAJINGAN itu, kamu menghakimi semua pria seperti ini...!!!"

"kamu tak tahu rasanya, ardi...!!!"

"karena kamu takut...!!!, bahkan kamu takut dengan bayang2 masa lalu kamu...!!!"

"okay, aku salah...!!!"

"bukan, kamu pengecut...!!!"

"kamu pikir selama ini aku tak melawan...?!, kamu pikir selama ini aku hanya berdiam diri saja menerima semua ini...?!"

"entahlah...!!!, aku tak pernah kau izinkan tuk masuk ke dalam hatimu, aku tak tahu...!!!"

"berhentilah menghakimi aku, ardi...!!!"

"siapa yang datang dan merawat saat kamu sakit...?!, tere...?!, siapa yang menghibur kamu saat kamu sedang sedih...?!, tere...?!, siapa yang ada saat kamu khawatir, cemas, dan jatuh...?!, tere...?!, tere sudah mati, dela....!!!, tere sudah mati...!!!"

"kenapa kamu menyakiti aku seperti ini...?!"

"hiduplah dengan tere, teruslah seperti ini, aku tak akan datang lagi...!!!"

"jangan pergi, ardi...!!!"

ardi pergi berlalu menyebrang sebuah jalan raya. Dela berusaha mengejar tanpa memperhatikan sebuah sedan yang sedang melaju kencang ke arahnya.

CKIITTT....!!!, BRAAAKKKKK.....!!!

"maafkan aku, dela...jika hari itu aku tak pergi meninggalkanmu, semua ini tak akan terjadi. Maafkan aku dela...", bisik pria itu lirih di dekat telinga perempuan yang sedang terbaring koma bernama dela.

"dela...", sebuah suara membuat dela mengalihkan wajahnya mencari arah datangnya suara yang memanggil namanya.

dela terhenyak melihat seorang perempuan yang berdiri tak jauh darinya.

"tere...?!, itu kamu tere...?!"

"iya..ini aku, dela..."

dela berlari menghampiri tere dan langsung memeluknya.

"aku rindu kamu, tere..."

"aku juga, del...maafkan aku yang harus pergi dari kamu..."

"kamu jahat, tere...kenapa kamu pergi...?!"

"aku pun tak mau pergi dari kamu, del..."

"aku sayang kamu, tere..."

"aku cinta kamu, del..."

"aku juga, tere..."

kedua perempuan itu masih berpelukan dan melepas rasa rindu mereka di ruangan yang semakin gelap ini.

Ardi masih memperhatikan alat pantau kehidupan dengan wajah yang sendu dan muram. Entah sudah berapa kali dia menyeka air mata yang mengalir di pipinya. Matanya sembab.

"aku mencintai kamu, dela..."

tak ada jawaban. Dela membisu dalma keheningan ruangan ICU.

"jangan pergi lagi, tere..."

"tak akan...!!!, aku berjanji...!!!"

"aku percaya kamu..."

"ikutlah denganku...!!!, kita tak akan terpisah lagi, kita kan selalu bersama selamanya..."

"kemana...?!"

"ke tempatku..."

"selalu bersama dengan kamu, tere...?!"

"iya..."

"kamu tak akan meninggalkan aku lagi...?!"

"tidak akan...!!!, aku cinta kamu, aku tidak akan meninggalkan kamu..."

"baiklah..."

kedua perempuan itu berjalan lebih dalam lagi masuk ke dalam ruangan ini. Cahaya putih yang terang tadi semakin redup. Ruangan ini semakin bertambah gelap.

Dela menghentikan langkahnya saat melihat sebuah gambar dirinya bersama dengan seorang pria.

"ada apa..?!, kenapa berhenti, del..?!"

dela tak menjawab. dela menatap gambar itu dalam2.

"siapa itu, del...?!"

"ardi..."

"siapa dia...?!"

"saat kamu pergi, dia yang menjagai aku, dia yang selalu ada buat aku, dia seperti kamu. hanya saja dia itu seorang pria..."

"kamu suka dia, del...?!"

"iya..aku sangat menyukai, ardi..."

"kamu mencintai, del...?!"

dela tak menjawab. air matanya mengalir membasahi pipinya.

"kenapa, del..?!"

"aku belum menjawabnya, tere..."

"menjawab apa, del...?!"

"menjawab pertanyaan dia, apakah aku mencintai dia..."

"apa jawabanmu...?!"

"jangan pergi, del...aku mencintai kamu...jangan pergi, del....", bisik ardi lirih di telinga dela saat tanda pantau kehidupan nyaris menjadi garis lurus saat ini.

"aku mungkin tak tahu apa yang kamu rasakan, aku mungkin tak tahu dengan jelas masa lalu kamu, tapi kamu pun pasti tak tahu rasanya hati aku ini...aku bertahan hingga sekarang, del...aku bertahan buat kamu untuk bisa mempercayai aku, mempercayai seorang pria...karena aku mencintai kamu, dela...", ujar ardi sambil terisak.

bunyi denyut jantung di alat pemantau semakin lama semakin lambat.

"katakan padaku, apa kamu mencintainya...?!"

"ya...aku mencintainya, sama seperti aku mencintai kamu..."

"kenapa kamu tak bilang ke dia...?!"

"aku takut tuk kehilangan lagi, aku takut tuk merasakan sakitnya masa lalu aku...dia benar, aku memang pengecut..."

"lalu...?!"

"dia layak untuk mendapatkan perempuan yang lebih baik daripada aku..."

"tapi dia mencintai kamu..."

dela mengalihkan pandangan matanya ke arah sinar yang semakin redup itu.

"jangan pergi, dela...demi aku, jangan pergi...", ardi terus berbisik di telinga dela.

"kamu dengar itu...?!, kamu dengar itu...?!"

"apa...?!"

"seperti suara ardi...dia sepertinya sedang memanggil diriku..."

"kamu ingin kembali padanya...?!"

"tidak, tere..dia layak mendapatkan perempuan yang lebih baik dari aku..."

"lalu, apa lagi yang kau tunggu, ayo kita ke tempatku..."

"iya...tunggu sebentar..."

ardi terus berada di samping dela yang terbaring. alat pemantau semakin lama semakin lambat. ardi seperti kehilangan kata2, ia hanya bisa menangis.

"dengar ini, ardi...aku mencintai kamu..."

dela mengambil bingkai kayu yang didalamnya terdapat gambar ardi. disekanya air mata yang mengalir di pipinya. Dipeluknya bingkai kayu itu tepat di dadanya sambil berjalan menyusul tere yang berjalan tak jauh di depannya. Cahaya pun sirna. Ruangan ini pun menjadi gelap sempurna.

alat pemantau kehidupan mengeluarkan sebuah suara yang konstan. seorang dokter menutup tubuh dela dengan kain putih. ardi berteriak dan menangis sekaligus. suaranya memenuhi setiap sudut ruangan ICU ini.

ardi berjalan keluar dari ruang ICU menuju taman di rumah sakit itu. terduduk sambil terisak di bangku taman yang basah oleh hujan gerimis. senja ini murung dan sendu, semurung dan sesendu dirinya. senaj ini gerimis turun, seperti air mata ardi yang masih terus mengalir.

"sesakit inikah rasanya mencintai...?!", gumam ardi sambil terisak seolah bertanya kepada langit yang hitam.

[ SAAT BUMI BERTANYA KEPADA LANGIT ; "SESAKIT INIKAH RASANYA MENCINTAI...?!", LANGIT PUN MENJADI MURUNG DAN SENDU, LALU KEMUDIAN MENANGIS ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar