Jumat, 13 Agustus 2010

Dearest you...I'm Sorry...I'm So Sorry...

Seseorang bertanya padaku di sebuah sore yang hitam dan murung,

"mengapa kamu murung seperti itu...?!",

jawabku padanya ;

"ada sesuatu yang hilang...semakin lama semakin terasa..."

lalu aku pun terdiam dan terpejam.


Aku bertanya pada seorang teman ;

"bagaimana caranya meminta maaf...?!"

temanku itu berkata ;

"bagaimanapun caranya, yang penting disertai ketulusan..."

tubuhku bergetar.


Ada sesuatu yang hilang dari kehidupan,

tentang suatu masa yang begitu cepat dan terlampau singkat,

ini masih tentang seseorang,

masih juga tentang perasaan,

dulu pernah ada namun sekarang hilang.


Aku tak rindu masa-masa singkat itu,

saat aku berlari kesana-kemari sambil memeluk kecemasan,

dicumbui keresahan yang dibawa oleh angin,

tertidur bersama keringat dingin,

terbangun oleh mimpi-mimpi buruk di setiap malam,

membuatku membenci tidur.


Namun, dirinya hadir pada masa-masa itu,

membawa lukanya padaku,

entah aku harus apa...?!

"bagaimana mungkin aku yang terluka bisa menyembuhkan luka...?!"

tapi, aku tak sampai hati tuk mengacuhkan dirinya,

wajahku pun tertutup sempurna,

lagi.


Untuk merasakan kecemasanku bertambah karena dirinya,

aku tak menyesal merasakannya,

untuk merasakan ketakutan bahwa aku akan kehilangan dirinya pada sebuah malam,

tak ada penyesalan sedikit pun padaku,

untuk cemoohan dan komentar miring beberapa orang,

aku berlalu pergi dari kalian tanpa penyesalan.


Aku rindu saat-saat itu,

kebut-kebutan di jalanan dengan motorku di waktu malam,

hanya untuk bisa mengobrol sebentar dengannya sebelum dia berangkat tidur,

untuk terkaget-kaget lantas tersenyum geli saat dia muncul kembali setelah mengatakan selamat malam dan selamat tidur,

kalimat-kalimat canda yang dibalut tawa,

rayuan-rayuan yang membuatnya risih,

itu membuatku tersenyum bila mengingat dirinya.


Jelas ada yang hilang,

kata-kata miliknya yang tak ada pada perempuan-perempuan kebanyakan,

cerita-cerita darinya yang luar biasa,

caranya berpikir yang di luar kebiasaan membuatku teringat pada seorang teman yang telah lama 'hilang',

aku menyukai semua hal yang ada pada dirinya,

hampir segala hal yang dia bagi padaku,

namun, disaat yang sama,

sesuatu yang menutupi wajahku pun mulai retak dan hancur di beberapa bagian,

jiwaku bergetar kencang.


Aku benar-benar tak bisa,

membiarkan tanganmu meraba-raba wajahku,

memasuki bagian tergelap dari kesunyian jiwa yang masih terus merindu,

bercampur darah yang mengalir ke seluruh raga,

bukan aku tak mau,

tapi aku tak bisa membiarkanmu masuk sejauh itu.


Sekarang kamu tahu tentangku,

ada diriku yang lain yang tak bisa berkompromi dan tak berperasaan,

sesuatu yang terus kutekan supaya ia tak bisa muncul sesukanya,

sesuatu yang ingin kamu lihat,

sesuatu yang kuingkari ada di dalam jiwa.


Bukan karena dirimu pergi dan kita menjadi asing yang aku sesali,

tapi, tak ada yang bisa kubagi denganmu,

sedikitpun kurasa tidak,

hanya itu yang kusesali,

hingga saat ini.


Aku melihat dirimu kemarin,

dalam jarak yang aku ingat kita pernah lebih dekat dari sekarang ini,

memuaskan mataku tuk melihatmu tersenyum dan tertawa dengan beberapa orang teman,

semoga kamu tahu bahwa aku pun ikut tersenyum karenamu,

aku tersenyum untukmu kemarin.


Seorang teman bertanya padaku ;

"kamu tak ingin dirinya kembali...?!, menjadi akrab kembali...?!"

aku terdiam sebentar lalu berkata ;

"tidakkah kamu sedang melihat dirinya sekarang...?!,

lihatlah dia yang begitu bahagia, apakah matamu bisa melihat tawa miliknya...?!"

sahut temanku ;

"aku melihatnya, tapi...kamu ingin dirinya kembali, bukan...?!"

jawabku padanya ;

"aku tak lagi mau. aku tak mau mengganti tawa miliknya dengan sesuatu yang aku sendiri masih sangsi. tidak, aku tak ingin dia kembali..."

temanku bertanya lagi ;

"kamu bilang kalau kamu begitu sayang padanya...?!"

jawabku lagi padanya ;

"ya...karena itu aku tak mau dia kembali..."

tangan temanku itu yang menyeka air mataku.


Aku tak lagi punya alasan,

tak lagi punya kata-kata indah,

tak lagi punya kalimat-kalimat manis,

aku tak lagi berharap dirimu kembali,

kita biarkan saja seperti ini selamanya,

ini permintaanku yang terakhir padamu ;

"aku menyesal, maafkan aku..."

kabulkanlah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar