Senin, 31 Agustus 2009

[Untukmu Pelacurku]

Dinginnya malam setubuhi nafasmu yang menderu,
Mental block menahan semua ingatanmu,
Terjaga di larut malam dari mimpi buruk,
Kegelapan ada di sekelilingmu,
Hanya detak jantungku yang beradu dengan detak jam yang bisa telingamu dengar,
Sebentar,
kau berjalan menuju jendela dan kau buka lebar-lebar,
Angin malam yang dingin menyibak rambut hitammu,
Kau duduk termangu disana,
Menatap temaramnya lampu jalan yang mencoba menerangi jalanan yang hitam,
Seperti hidupmu yang tak berarti,
Kehampaan,
Keputusasaan,
Kegalauan,
Adalah desah di bibirmu dan keringat di badanmu yang mampu kutangkapi,
Memory di kepalamu adalah reaksi hormonal dan impuls syaraf yang mengejang,
Selalu terulang setiap malam,
Tak kutemukan kenikmatan di tatapan kosong milikmu,
Bagimu, ini hanya sebuah rutinitas belaka,
Bagiku, ini adalah penyaluran dahaga,
Lantas kau berdiri di tepi jendela,
Seolah kau lupa berada di lantai lima,
Dirimu menangis bersama langit yang gelap pekat,
Kau cari bintang tuk kau simpan di matamu,
Namun tak kautemukan,
Tubuhmu bergetar saat angin menyibak daun-daun pohon beringin,
Daun-daun itu jatuh berguguran,
Terpisah dari sang pemberi kehidupan,
Menjadi layu dan kering,
Mati,
Aku melihatmu berdiri dan siap melompat dari jendela,
Aku mendengarmu saat kau bergumam tentang sesal dan kesal,
“lompatlah…!!!”, ujarku,
“lompatlah tanpa keraguan…!!!”,
Kau mengangguk sambil menyeka air mata,
Sesaat kemudian,
Tangismu sirna,
Senyummu ada tuk selamanya,
Meski layu,
Meski kering,
Mati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar