Minggu, 24 Mei 2009

Saya Mengingatnya...

Saya mengingatnya karena kesalahan adik saya mengirim SMS, SMS itu seharusnya ditujukan pada teman adik saya, tapi karena namanya di HP saya sama dengan teman adik saya, adik saya mengirim SMS nya ke dia.

Saya mengingatnya lewat pertanyaan2 penuh curiga, tatapan tajam dua bola mata dibalik kacamatanya, dan wajahnya yang selalu berpaling saat saya tatap dirinya.

Saya mengingatnya saat dia merombak total penampilannya, dia bilang itu karena saya.

Saya mengingatnya saat dia me"noyor" saya di halte kampus karena rasa kikuk.

Saya mengingatnya saat kami mengobrol berdua. Hanya berdua dan tak ada yang lain.

Saya mengingatnya saat saya mengantarkannya ke kost2an nya.

Saya mengingatnya saat dia mencoba berjalan di pembatas jalan samping gymnasium, saya pegang dan tuntun dirinya supaya tidak jatuh.

Saya mengingatnya saat kami menikmati NASTEL kesukaannya yang tak jauh dari kost2an nya.

Saya mengingatnya saat saya mengantar atau menjemput dirinya di rumahnya.

Saya mengingatnya saat kami menonton film di 21.

Saya mengingatnya saat di menelfon saya 3-5 kali sehari bila dia tidak bertemu saya pada hari itu.

Saya mengingatnya saat dia cemburu karena saya bercerita tentang mantan saya, padahal dia yang meminta saya bercerita tentang mantan saya.

Saya mengingatnya saat dia menampar saya di depan umum karena kata2 yang keluar dari mulut saya tidak sesuai dengan yang dia harapkan.

Saya mengingatnya saat saya meninggalkan dirinya sendirian bila saya sedang marah dan kesal, dan kembali lagi saat saya sudah baikan.

Saya mengingatnya saat dia meninggalkan saya karena kesal dan marah.

Saya mengingatnya karena tawa, air mata, senang dan sedih bergantian menghampiri kami dalam satu hari.

Saya mengingatnya saat dia memberikan hadiah dan kartu ucapan di hari valentine, meski dia tahu kalau saya tak suka dengan hari valentine.

Saya mengingatnya lewat pertengkaran kami. Entah secara langsung, atau lewat telefon, atau lewat SMS.

Saya mengingatnya saat sifat manjanya perlahan hilang dan kemandirian hadir dalam dirinya.

Saya mengingatnya saat wajah paniknya hadir di KRL menuju bogor, tangannya menggenggam tangan saya erat.

Saya mengingatnya saat saya kecopetan di Bogor karena menjagai dia dan tak peduli pada diri saya sendiri.

Saya mengingatnya saat mencari penginapan di Bogor.

Saya mengingatnya saat kami kehujanan dan basah kuyup.

Saya mengingatnya saat dia tertidur pulas di samping saya.

Saya mengingatnya saat dia menyandarkan kepalanya di bahu saya.

Saya mengingatnya saat air mata mengalir dari matanya dan membuat kacamatanya berembun.

Saya mengingatnya saat kami berbincang di danau.

Saya mengingatnya saat dia memberikan mawar di hari wisuda saya, dan saya memberikan mawar juga di hari wisuda dia.

Saya mengingatnya saat wajah gugupnya hadir ketika akan berbicara di depan orang banyak.

Saya mengingatnya saat kami berjalan berdua menyusuri perkebunan teh.

Saya mengingatnya saat dia menangis menerima buku yang saya tulis tentang kami berdua.

Saya mengingatnya saat dia datang menjenguk saya sewaktu ayah saya meninggal.

Saya mengingatnya saat dia membuat saya merasa nyaman.

Saya mengingatnya saat saya merasa bahwa saya telah menemukan cinta sejati saya.

Saya mengingatnya sebagai “my sassy girl”.

Saya mengingatnya saat lagu MY IMMORTAL, ONLY ONE, RUN, dan PACHELBEL CANON terdengar oleh telinga saya.

Saya mengingatnya setiap saya membaca puisi yang dia buat untuk saya.

Saya mengingatnya saat dia mengajak bertemu kembali namun saya tolak.

Saya mengingatnya sebagai seseorang di masa lalu.

Saya mengingatnya sebagai seseorang yang paling mengerti saya.

Saya mengingatnya saat beberapa ingatan detil tentangnya mulai terlupakan.

Saya mengingatnya setiap saya melihat bintang di waktu malam.

Saya mengingatnya karena dia tak bisa disini untuk menikmati bintang bersama saya, selamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar