"Pak, tolong dipakai seatbelt-nya", ujar geztha sambil tersenyum. Tangannya mencengkram erat kursi penumpang yang juga bergetar.
Dengan hati2, geztha mulai melangkah perlahan menuju ke bagian depan pesawat. Tugasnya untuk memastikan apakah semua penumpang sudah mengunakan seatbelt-nya. Sambil tersenyum, di tatapnya satu persatu wajah para penumpang, semuanya adalah wajah2 ketakutan, panik, dan cemas. Geztha pun merasakan hal yang sama, namun sebagai pramugari, dia mencoba untuk tidak memperlihatkan itu.
"ibu, tolong dipakai seatbelt-nya", ujar geztha pada seorang ibu di kursi deretan tengah yang tegang dan panik luar biasa. Tangan ibu itu gemetaran.
Dengan cekatan, geztha memasangkan seatbelt untuk ibu tersebut, ditatapnya wajah ibu itu sambil tersenyum.
Baru setengah jalan geztha memeriksa, masih ada setengah jalan lagi untuknya sebelum dia dapat duduk di kursinya, persis dibelakang pintu kokpit. Guncangan pesawat membuat dirinya kesulitan dalam melangkah.
Sambil terus berpegangan di kursi2 penumpang yang dia lewati, geztha melangkah dengan perlahan.
Tiba2 pesawat terguncang sangat hebat, pegangan geztha terlepas, dia terjatuh dan kepalanya menghantam pegangan kursi penumpang. Geztha rebah di lantai.
Pelan-pelan geztha mencoba tuk berdiri, tangan kirinya memegang luka di kepalanya, dan tangan kanannya mecoba meraih pegangan. Belum sempat geztha berdiri, pesawat kembali terguncang dan kali ini lebih keras, geztha terjatuh lagi, begitu juga tas2 yang ditaruh di bagasi tepat diatas kursi2 penumpang mulai berjatuhan. Beberapa jatuh menimpa tubuh geztha yang kembali rebah di lantai pesawat.
Pesawat kembali terguncang oleh turbulensi, tak lama petir mengenai sayap pesawat dan memecahkan kaca jendela pesawat di bagian tengah. Seketika kabin kehilangan tekanan udara, para penumpang berteriak histeris, dalam sekejap alat bantu nafas berwarna kuning keluar, penumpang yang panik seolah berebutan tuk memakai alat bantu pernafasan itu.
Geztha berusaha bangun, rasa sakit dan pusing di kepalanya semakin menjadi-jadi. Dicobanya tuk merayap dan meraih pegangan, namun tubuhnya terlalu lemah. Nafas geztha tersengal dan dia kesulitan untuk bernafas. Dengan tenaga yang tersisa, geztha meraih kaki kursi penumpang dan mencengkramnya.
Pesawat itu menukik tajam dan bergetar semakin hebat. Semakin banyak tas2 yang terjatuh, sayup-sayup geztha mendengar suara teriakan penumpang menyatu dengan suara alarm pesawat , geztha berusaha untuk tetap sadar.
Pesawat semakin kencang menukik, guncangan2 semakin hebat, geztha semakin sulit tuk bernafas dan berusaha untuk tidak kehilangan kesadarannya. Air mata geztha mulai menetes dan menderas membasahi pipinya.
“jev…,jevon…, JEVON…, MAAFIN AKU…!!!”, teriaknya lirih diikuti oleh suara dentuman keras. Tubuh geztha terlempar dengan sangat kencang ke arah depan, dan ikut hancur dan terbakar bersama semua orang yang ada di pesawat itu saat pesawat itu jatuh di sebuah bukit.
“GEEEZZZTTHHAAAAAAAAAAAAA…
Jevon terduduk di tempat tidurnya, mimpi buruk yang lagi2 membuatnya terbangun dari tidurnya. Pelan2 diaturnya nafasnya yang sempat tersengal2, disekanya keringat dingin di wajah dan lehernya.
“tok..tok..tok…”, terdengar pintu kamarnya di ketuk.
“jev…ada apa..?!, kamu gak kenapa2 kan jev…?!”, suara Jovanka, kakak perempuan jevon terdengar dari balik pintu.
Dengan segera jevon beringsut menuju ke pintu kamar, lalu membukakan pintu.
“mimpi buruk lagi..?!”, tanya jovanka sambil mengusap pipi jevon, adik semata wayangnya.
Jevon mengangguk2 pelan.
“akhir2 ini sering banget kamu mimpi buruk, mimpi apa sih kamu, jev..?!”, tanya jovanka lagi, kali sambil membelai rambut jevon.
Jevon mengeleng pelan.
“ada apa, jev..?!, cerita dong sama kakak”, ujar jovanka sambil tersenyum.
“umh, gak ada apa2 koq, kak”, sahut jevon sambil mulai tersenyum.
“kakak koq belum tidur..?!”, tanya jevon sambil mengucek matanya.
“baru aja mau tidur, jev. Baru selesai ngerjain pembukuan restaurant”, jawab jovanka sambil menguap.
“bener kamu gak apa2, jev..?!”, tanya jovanka, kali ini sambil menatap kedua mata jevon.
“iya, aku gak kenapa2, beneran..!!!, sumpah..!!!”, jawab jevon sambil mencubit kedua pipi jovanka.
“yaudah, kakak tidur ya klo gitu..?!, gud nite”, ujar jovanka sambil mencium kening jevon.
“nite”, sahut jevon sambil menyaksikan jovanka, kakak satu2nya itu melangkah ke kamarnya.
Jevon menarik nafas panjang, lalu dilihatnya jam dinding yang menunjukkan jam setengah 1 pagi. Lalu ia melangkah menuju ke wastafel, di basuhnya wajahnya itu berulang kali, lantas kemudian untuk beberapa saat termenung di depan cermin. Diraihnya handuk kecil di samping wastafel, lalu dikeringkannya wajahnya. Setelah menaruh handuk itu kembali ke tempatnya, jevon pergi ke dapur tuk membuat kopi dan tak lupa di ambilnya asbak.
Tak lama ia menuju ke ruang tengah, dinyalakannya computer. Ditaruhnya kopi dan asbak di samping computer. Lalu ia begegas menuju kamarnya, diambilnya HP dan juga sebungkus rokok putih dan pemantik, lalu kembali ke ruang tengah menuju computer. Tak lama, ia pun duduk di kursi, diambilnya sebatang rokok dan kemudian asap mulai mengepul dari hidung dan mulutnya.
Sambil menunggu computer yang sedang booting, dibukanya sebuah pesan di HP nya yang belum dia baca. Pesan SMS dari geztha ;
''''Jev, besok aku dari medan take off jam 5 sore, jemput aku di bandara Soe-tta jam 7 yup. Semoga kamu gak lupa besok itu hari apa.miss you, jev.love.''''
Dibacanya SMS dari geztha sambil tersenyum. “aku gak mungkin bisa lupa saat pertama kenal kamu, gezh…”, ujar jevon dalam hati. Ingatannya kembali terbang ke sebuah hari 2 tahun lalu, hari dimana dirinya bertemu geztha tuk pertama kalinya.
“yuhuu…!!!, sampe juga di bandara..!!!”, teriak Irna riang saat mobil yang mereka tumpangi sampai di depan terminal keberangkatan domestic.
“berisik loe, Na..!!!”, sahut Tama sambil me”noyor” kepala irna.
“ayo..ayo..semua turun…!!!”, ujar Kiki yang duduk di depan sambil membuka pintu.
“senangnya…!!!. Gan, siap buat hunting pramugari..?!”, ujar Gandha sambil mulai mengambil tas dan koper di bagasi mobil yang baru saja terbuka.
“ siap, Gan…!!!, hahahaha…”, jawab Gandhi tertawa sambil melayangkan pandangannya ke segala penjuru.
Gandha dan Gandhi adalah saudara kembar. Sangat kompak. Bisa dibilang terlalu kompak.
Jevon keluar perlahan dari mobil. Berbeda dengan teman2nya yang luar biasa senang saat berada di bandara saat ini, dalam ingatannya hanyalah kepergian kedua orang tuanya karena kecelakaan pesawat. Masih jelas dalam ingatannya saat dia harus pergi ke bandara bersama kakaknya hanya untuk menerima kenyataan bahwa kedua orangtuanya tewas dalam kecelakaan itu.
Berat bagi dirinya terutama sang kakak untuk menerima kenyataan pahit itu. Waktu itu Jevon masih kelas 3 SMA, dan sang kakak kuliah semester 6 di fakultas ekonomi di universitas swasta di Jakarta. Selama 4 tahun ini, restaurant dari peninggalan kedua orang tuanya lah yang membiayai kuliahnya. Sang kakak takut dan tak mau naik pesawat. Sementara dirinya tak takut untuk naik pesawat, hanya saja di saat dia akan naik pesawat, dia selalu menulis semacam “wasiat” di secarik kertas dan ditaruhnya di laci meja belajarnya. Bagi kakaknya; adalah tabu untuk mendekati hal2 yang menyebabkan mereka kehilangan orang tua mereka. Sementara bagi jevon ; dirinya berusaha melawan trauma.
“jevon…!!!, jevon…!!!”, suara kiki memecahkan lamunan jevon.
“huh..?!, apaan, ki..?!”, tanya jevon sambil menoleh ke arah kiki yang mulai sibuk dengan tas nya.
“tas sama koper loe mau loe ambil gak tuh..?!”, jawab kiki sambil menunjuk ke dalam bagasi.
“ sip..!!!”, ujar jevon sambil melangkah menuju bagasi dan mengambil tas serta koper miliknya.
“udah semua non kiki..?!”, tanya pak agus, sopir keluarga kiki.
“udah pak, makasih banyak ya, pak agus”, ujar kiki sambil tersenyum.
“makasih banyak pak agus..!!!”, ujar anak2 yang lain bersamaan.
Pak agus tersenyum lantas masuk ke dalam mobil, tak berapa lama ALPHARD silver itu pun pergi meninggalkan bandara.
“boardingnya jam berapa, ki..?!”, tanya jevon sambil memakai tas gemlock miliknya.
“masih ada satu setengah jam lagi, jev. Kita kecepatan nih, gw pikir bakal macet hehehe”, ujar kiki sambil melihat jam di HP nya.
“sekarang jam setengah 2, berarti sekitar jam 3 an kita berangkat”, ujar tama sambil mendekat ke arah jevon dan kiki.
“ditambah delay, bisa jam 4 atau jam 5 tuh..!!!”, sahut irna yang sudah mengambil pose duduk di atas kopernya.
“gw laper euy”, ujar tama sambil memegang perutnya.
“gw juga”, sahut irna dan kiki hampir bersamaan.
“loe jev..?!, makan gak..?!”, tanya kiki sambil menatap jevon.
“gw ikut aja deh”, jawab jevon singkat.
Oh ya, si kembar sial, ehh…kembar siam itu kemana yah..?!”, ujar kiki sambil celingak celinguk mencari gandha dan Gandhi.
“tuh..!!!”, ujar irna sambil menunjuk ke arah pintu masuk terminal.
“emang dasar tuh kelakuan mereka, mentang2 kembar..!!!”, ujar kiki sambil mulai berjalan ke arah pintu masuk terminal bandara.
Jevon, irna, dan tama mulai mengikuti kiki ke arah pintu masuk terminal bandara. Masing2 menarik koper mereka.
“heh..!!! gan kuadrat..!!!, lagi ngapain..!!!”, tanya kiki ke sodara kembar yang sedang asyik ngobrol dengan 3 orang pramugari.
“berisik ah..!!!, hush..hush…!!!”, ujar gandhi sambil mendorong kiki dengan tubuhnya.
“siyal loe..!!!, gw sama anak2 mau pada makan, mau ikut gak..?!”, sahut kiki.
“ntar…bentaran lagi kita nyusul, tanggung nih ahh..!!!”, ujar gandha sambil setengah berbisik.
“awas lo berdua klo lama2..!!!”, sahut kiki lagi sambil pergi meninggalkan kedua kembaran yang sedang asyik ngobrol dengan pramugari.
Ke empat orang sahabat itu pun memasuki sebuah rumah makan padang di samping pintu masuk terminal.
Tak lama, Gandha dan Gandhi pun memasuki rumah makan padang itu dan bergabung dengan ke 4 sahabatnya yang sudah mulai menikmati makanan yang disajikan di meja mereka.
“wow…emang cantik2 pramugari tadi ya, gan..?!”, sahut gandha sambil duduk di samping irna.
“yoaaa..!!, tapi klo menurut gw sih, dibandingin rika dan hanny, si kikan tuh yang paling cantik”, sambung Gandhi yang kemudian duduk di sebelah gandha.
“so, pasti…!!!, gw jadi tambah semangat nih hahahaha…”, ujar gandha sambil mencuci tangannya.
“hmm, gw harap pramugari di pesawat yang kita tumpangin nanti juga gak kalah cantik ya, gan..?!?!”, ujar Gandhi sambil mencomot paha ayam bakar.
“dasar kalian, terobsesi bener sih sama pramugari, huhh..!!!”, potong irna sambil meminum es jeruk.
“kenapa..?!, kamu cemburu yah..?!”, ujar gandha dan Gandhi berbarengan.
“uhukk…NAJISSS…!!!”, sahut irna yang sempat tersedak.
“ HOOO…..HAHAHAHAHAAA….!!!”,
“ssssttt….!!! Berisik tau gak sih…!!!”, ujar kiki sambil melotot ke arah gandha dan Gandhi.
Ke 6 orang sahabat itu pun melanjutkan makan siang mereka.
“jev, biasanya loe aktif sama cewek…?!, loe gak suka apa sama pramugari..?!, denger2 dari tama, tiap loe naik pesawat, pramugari pada histeris pengen kenalan, bagi2 sama gw dong koleksi loe..hehehe..!!!”, ujar Gandhi sambil terkekeh.
Tiba2 jevon berhenti mengunyah makanan yang ada di mulutnya, menatap tajam pada Gandhi, kemudian menatap tama.
“bego loe, gan….!!!”, sahut gandha sambil menggetok kepala Gandhi dengan sendok.
“maafin adik gw ya, jev…?!?!, orangnya suka lupa en ceplas ceplos..!!”, ujar gandha dengan nada serius.
Jevon tak menjawab, dan melanjutkan makan.
“makanya jangan bercanda terus ahh..!!”, suara kiki seolah ingin menyudahi.
Gandhi hanya mengangguk-angguk, dan menyesali perkataannya barusan, entah kenapa dia bisa lupa. Gandhi garuk2 kepala.
Tak lama, semuanya telah selesai makan. Kiki berjalan menuju kasir tuk membayar di temani irna.
Sementara jevon, tama dan si kembar berjalan ke luar dari rumah makan padang itu.
“masih ada 45 menit sebelum boarding”, suara tama sambil duduk di depan terminal.
Tak lama jevon dan si kembar pun ikut duduk. Kiki dan irna berjalan menghampiri mereka, lalu ikut duduk.
“ki, homestay dah fix kan..?!”, tanya jevon pada kiki yang duduk persis di sebelahnya.
“dah sip, bos..!!!, begitu juga mobilnya hehehe..”, jawab kiki sambil tertawa kecil.
Jevon mengangguk pelan sambil mulai melayangkan pandangan matanya ke arah terminal.
“gan, loe ngerasain apa yang gw rasain gak..?!”, tanya gandha ke Gandhi.
“hehe…iya…bareng yuk..?!?!”, jawab Gandhi.
“yuk..”, sahut gandha sambil mulai berdiri dan melangkah. Gandhi pun sama.
“WOYY…MO KEMANA..?!”, teriak tama pada si kembar.
“KE WC, MO PIPIS…!!!”, teriak gandha dan Gandhi bersamaan.
“emang mereka itu kompak banget ya..?!”, ujar irna sambil menatap tama.
“yup, namanya juga kembar”, sahut tama.
“jev, rokok loe mana..?!, gw mau ngerokok nih..!!”, ujar tama sambil mengulurkan tangannya ke arah jevon.
Tak lama, jevon merogoh saku celana jeans nya. Sebungkus rokok putih dan pemantik sudah berpindah tangan dari jevon ke tama.
“ihhh..tama ngerokok mulu..!!”, suara irna sedikit kesal.
Tama tak menggubris. Dinyalakannya rokok putih itu. Asap mengepul.
“jev, itu kertas jatuh pas loe ambil rokok loe tadi”, ujar kiki sambil menunjuk dan hendak mengambil kertas yang ada di lantai, persis di sebelah kaki kiri jevon.
Dengan cepat jevon menyambar kertas itu mendahului kiki.
“umh..eehhh…gw ke kamar kecil dulu ya..”, ujar jevon terbata sambil menyambar rokok dan pemantik dari tangan tama.
“itu orang emang suka aneh deh setiap mau naik pesawat”, ujar tama sambil menghisap rokoknya.
Kiki tak menjawab, dia hanya memandangi langkah jevon yang tergesa menuju kamar kecil.
Tak lama berselang, si kembar gandha dan Gandhi kembali dari kamar kecil, mereka berdua terlihat begitu riang.
“jevon masih di kamar kecil, gan..?!”, tanya kiki.
“haa..?!, jevon..?!”, gak ada, ki..!!!”, jawab gandha sambil duduk di sebelah kiki.
“kita gak ketemu jevon tuh di kamar kecil”, sambung Gandhi sambil melayangkan pandangannya ke kamar kecil.
“kemana tuh si jevon, ki..?!”, tanya irna yang sedan asyik menopang dagu dengan tangannya.
“kalian tunggu disini ya, gw cari jevon dulu”, ujar kiki sambil bangkit berdiri.
Belum sempat kiki melangkah, HP nya berbunyi. Sebuah pesan SMS dari jevon ;
“”Ki, gw mo ngambil duit dulu di ATM, sekalian mau beli air mineral. Tq “”
Kiki pun kembali duduk. Menarik nafas dalam2 lalu menyenderkan tubuhnya ke tubuh irna. Irna tersenyum.
“SMS dari jevon kan, ki..?!”, tanya irna.
“he’eh”, sahut kiki singkat.
“yaudahlah, dia mah emang gitu, loe juga gak bisa nyalahin dia”, irna menyambung jawaban singkat kiki.
Kiki tak menyahut. Tama masih asyik dengan rokoknya. Dan si kembar gandha dan Gandhi masih kompak bercanda sambil tertawa.
Tak jauh dari sana, jevon terduduk di salah satu kursi panjang sambil menyandarkan tubuhnya ke sebuah pilar penyangga bangunan terminal. Kamar kecil terminal menjadi semacam penghalang bagi sahabat2nya untuk bisa melihatnya saat ini. Dihisapnya rokoknya dalam2 sambil memandangi secarik kertas yang nyaris saja di ambil kiki.
“damn…!!!, koq gw bisa lupa naruh kertas ini di laci meja belajar gw..?!”, batin jevon dalam hati.
Dihisapnya lagi rokok yang ada di tangan kirinya. Dipandanginya secarik kertas yang dipegang oleh tangan kanannya, ada angka 13 disana, dan huruf2 yang sangat kecil, sehingga tak bisa terbaca bila melihatnya hanya sekilas.
“huhh, 13 kali ya…?!?!, ini kertas ke 13, berarti semenjak kejadian itu, gw udah naik pesawat sebanyak 13 kali”, batin jevon lagi.
Dihisapnya lagi rokoknya, lalu dihembuskanya asap rokok nya lebih kencang. Ditariknya nafasnya dalam2. Tak lama, kertas itu dilipat dan dimasukkan kembali ke dalam saku celana jeansnya.
“orang bilang 13 itu angka sial..!!!, kenapa juga gw sampe lupa naruh kertas ini..!!!, bodoh..!!”, gerutu jevon di dalam hati.
Bayangan trauma masa lalu pun menghampirinya. Jovanka. Ia teringat jovanka, kakaknya satu2nya. Dicobanya tuk mengalihkan pikirannya dengan memikirkan hal2 lain. Namun tak bisa. Rokok ditangannya bergetar. tangannya gemetar. Keringat dingin pun membanjiri tubuhnya. Ditariknya nafasnya dalam2 sambil terpejam. Rokoknya yang tersisa seperempat batang itu terjatuh.
Dicobanya untuk tenang. Nafasnya tak lagi seperti nafas orang berlari. Jari2 tangannya masih bergetar, namun tak sehebat tadi. Diambilnya lagi sebatang rokok dan dinyalakannya. Tak lama, ia pun melangkah menuju sebuah toko tuk membeli air mineral. Setelah itu ia bergegas menuju ATM yang berada tak jauh di samping kiri toko tadi. Tak berapa lama, ia pun berjalan kembali ke tempat sahabat2nya.
Dicobanya untuk terlihat tenang.
“tuh si jevon, ki..!!!”, ujar tama sambil membuang rokoknya, lalu diinjaknya puntung yang masih menyala itu dengan sepatunya.
Kiki menegakkan badannya yang bersandar di tubuh irna. Dilihatnya jevon berjalan ke arah nya. Kiki berusaha tersenyum. Jevon pun tersenyum balik ke kiki. Tak lama jevon sudah duduk diantara kiki dan irna. Kiki terus memperhatikan jevon. tak bisa lepas matanya dari jevon.
“okay, waktunya boarding..!!!”, seru tama sambil melihat jam tangannya.
“GANDHA..!!!, GANDHI…!!!, BOARDING…!!!”, teriak risna ke saudara kembar yang sedang asyik ngobrol dengan seorang cewek.
Tak lama, mereka pun masuk ke dalam terminal. Cukup lama mereka mengantri di depan petugas tiket. Sampai akhirnya mereka duduk di ruang tunggu keberangkatan. Mereka duduk berderet tak jauh dari kaca ruang tunggu dan menghadap ke landasan bandara.
Ruang tunggu ini lumayan penuh. Jevon sibuk memandangi pesawat2 yang terparkir di landasan. Di sebelahnya, kiki sedang asyik membaca majalah kedokteran. Irna dan tama berbagi earphone dan mulai mendengarkan lagu2 dari Ipod milik tama. Sementara, gandha dan Gandhi celingukan memperhatikan sekeliling mereka.tak lama saudara kembar itu pun beranjak dari tempat duduk mereka.
“ternyata banyak juga orang2 yang mau pergi ke Lombok ya, jev..?!”, suara kiki membuka obrolan sambil membolak-balik majalah di tangannya.
Jevon hanya mengangguk pelan, matanya masih menatap landasan.
Kiki tersenyum sambil memandangi jevon. Dirinya tahu laki2 yang sedang ditatapnya sekarang dari kecil. Dia terlalu tahu semua tentang jevon. Dia tahu apa yang ada di hati jevon sekarang, hanya saja jevon tidak tahu apa yang ada di hatinya saat ini, hati yang tetap merasakan perasaan yang sama semenjak SMP.
“wahh..!!, itu dia pramugari pesawat kita, gan..?!”, suara keras Gandhi memecahkan lamunan kiki.
“wah…wah…!!!, cantik2 banget..!!”, sahut gandha sambil melambaikan tangan ke arah 4 orang pramugari yang sedang berjalan sambil menarik koper mereka masing2.
Pilot dan co-pilot berjalan di depan ke 4 pramugari itu.
Gandha dan Gandhi masih melambai-lambai kan tangan mereka sambil nyengir. Pramugari2 itu tersenyum ke arah mereka sebelum masuk ke dalam pintu yang menghubungkan ruang tunggu dan pesawat.
“aihh…senyumnya, gan..!!!, bikin lemas”, ujar Gandhi sambil terduduk di samping jevon.
“gak sabar nih pengen ke pesawat”, sahut gandha sambil ikut duduk di sebelah Gandhi.
Suara canda dan tawa cekikikan Gandha dan Gandhi berbaur jadi satu dengan suara orang2 yang ada di ruang tunggu.
Tak lama, terdengar suara petugas ruang tunggu yang mempersilahkan para penumpang yang ada di ruang tunggu untuk memasuki pesawat. Pintu yang menghubungkan ruang tunggu dan pesawat dibuka oleh petugas. Gandha dan Gandhi langsung berlari duluan menuju pesawat.
Kiki memasukkan kembali majalah ke dalam tasnya. Irna dan tama melepaskan earphone dari telinga mereka, tama memasukkan Ipod-nya kedalam tas kecil yang disandangnya. Jevon menarik nafas dalam2 lalu kemudian berdiri. Diraihnya tas gemlocknya dan menatap kiki. Dilihatnya kiki tersenyum. Tak lama ke 4 orang sahabat tadi berjalan menuju pesawat, menyusul dua orang sahabat mereka yang telah duluan berada di pesawat.
“jev, loe duduk di belakang kursi kita, loe sama kiki, tama sama irna..!!!“, ujar gandha sambil sibuk memasukkan tas gemlock miliknya dan adik kembarnya ke dalam bagasi di atas tempat duduk penumpang.
Jevon hanya mengangguk pelan. Dilihatnya Gandhi sudah duduk persis di sebelah pintu emergency.
Jevon mengambil tiketnya, melihat sebentar dan langsung memasukkan tas miliknya dan juga kiki ke dalam bagasi. Tama pun melakukan hal yang sama. Dilihatnya kiki sudah duduk di sebelah jendela. Begitu juga irna yang mengambil kursi yang dekat dengan jendela. Tama sudah duduk di sebelah irna. Jevon duduk di kursinya, disebelah kiki yang sedang memandang ke luar jendela.
Tak lama seorang pramugari menghampiri gandha dan Gandhi dan menjelaskan prosedur untuk membuka pintu emergency.
“mbak, namanya siapa..?!”, tanya Gandhi sambil melemparkan senyum.
“ajeng”, jawab pramugari itu sambil membalas senyum Gandhi.
“ OHHH…AJENG…!!!”, ujar gandha dan Gandhi bersamaan.
“klo yang itu..?!”, tanya Gandhi menunjuk ke pramugari yang berdiri di dekat ruangan dibelakang kokpit.
“itu rima, pramugari senior”, jelas ajeng lagi.
“klo yang itu..?!”, tanya gandha tak mau kalah sambil menunjuk ke arah pramugari yang sedang mengecek bagasi penumpang.
“itu Sandra”, sahut ajeng lagi sambil memeriksa seat belt gandha dan Gandhi.
“yang satu lagi siapa namanya, kan tadi berempat..?!”, tanya Gandhi.
“umh…tanya aja sendiri, dia lagi di belakang tuh”, ujar ajeng sambil tersenyum dan mulai memeriksa seat belt penumpang lain.
Tak lama, pilot mengumumkan bahwa proses take off akan di mulai. Pesawat mulai bergerak memutari landasan menuju landasan pacu.
Sambil memasang seat belt nya, jevon menarik nafas panjang.
Tak lama, ke 3 orang pramugari mulai memeragakan prosedur pemakaian seat belt, alat bantu nafas, dan pelampung.
“yang itu siapa namanya sih..?!”, tanya gandhi ke gandha sambil menunjuk ke seorang pramugari yang berdiri persis di sebelah mereka.
“tanya aja..tanya..!!!”, jawab gandha.
“mbak..mbak…!!, mbak…namanya siapa..?!”, tanya Gandhi ke pramugari yang sedang memeragakan cara memakai pelampung.
Pramugari itu cuek, tak menggubris.
“mbak..mbak…namanya siapa sih….?!”, tanya Gandhi lagi. Kali ini dengan suara lebih keras.
Pramugari itu masih sibuk memeragakan pelampung. tak ada jawaban.
Kiki mulai cekikikan, begitu juga dengan tama dan irna yang mendengar pertanyaan Gandhi barusan.
Jevon masih memperhatikan cara pemakaian pelampung.
“Mbak..!!!, namanya siapa sih..?!, kali ini gandha dan Gandhi bertanya berbarengan.
Penumpang yang lain menengok ke arah gandha dan Gandhi, lalu memandangi si pramugari.
Kiki tertawa lepas. Tama dan irna juga. Sementara jevon masih memandangi pramugari yang mulai kikuk dan sedikit kesal itu. pramugari itu pun menatapnya sebentar sebelum peragaan selesai.
Tak lama, pramugari2 itu duduk di kursinya masing2. Pramugari yang namanya belum diketahui itu, duduk di depan, persis disebelah kiri pintu kokpit, sementara Irma, pramugari senior duduk di sebelah kanan pintu kokpit. Mata pramugari itu masih menatap jevon. Jevon pun masih menatap pramugari yang sedang menatapnya itu sampai pesawat berhenti, kemudian pilot mengumumkan bahwa take off akan dilakukan. Mesin pesawat menderu semakin keras. Jevon menarik nafas dalam2 dan mulai menyenderkan kepalanya di kursi.
Pesawat mulai bergerak di landasan pacu, semakin lama semakin cepat. Getaran pesawat menyatu dengan deru mesin. Detak di jantung jevon berdetak lebih kencang. Tangannya mencengkram erat pegangan kursi. Matanya di pejamkan. Kiki menoleh ke arah jevon sambil tersenyum. Dilihatnya tangan kanannya yang dicengkram erat oleh tangan kiri jevon. Pesawat melaju dengan sangat cepat dan mulai melayang semakin tingi di landasan. Semakin tinggi pesawat itu terbang menembus awan. Meningalkan Jakarta menuju Lombok.
TO BE CONTINUED...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar